Tanggap Bencana untuk Penyandang Disabilitas dan OYPMK

Sebagai negara yang terletak di wilayah Pacific Ring of Fire (Cincin Api Pasifik), sudah barang tentu negara kita akan sering mengalami bencana alam seperti gempa bumi dan letusan gunung berapi. Sekitar 90% dari gempa bumi yang terjadi dan 81% dari gempa bumi terbesar terjadi di sepanjang area Cincin Api ini.

Sejak awal tahun 2022 hingga November 2022 Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat di Indonesia sudah terjadi ribuan bencana alam. Tentu ini kondisi yang harus menjadi perhatian bersama. Website BNPB juga mencatat data sejak Januari tahun ini telah terjadi 3294 bencana alam dengan korban meninggal dunia 550 orang. Dari bencana alam yang terjadi, 24 diantaranya disebabkan faktor alam atau tektonik, sisanya meteorologi dan cuaca.

Penanganan bencana alam di Cianjur
source: https://kbr.id/

Yang terbaru adalah gempa Cianjur yang telah memakan banyak korban. Hingga hari Selasa 29 November 2022, data korban meninggal sudah mencapai 271 orang, 9 orang masih dalam pencarian dan 56 ribu orang mengungsi dari 15 kecamatan yang terdampak. Belum lagi kerugian materiil dan immateriil yang harus ditanggung korban yang tak terhitung jumlahnya.  

Hingga saat ini masih banyak gempa kecil susulan, sehingga penduduk yang rumahnya masih bisa ditinggali pun belum berani untuk kembali pulang ke rumahnya dan masih bertahan di tenda-tenda pengungsian.

Untuk membahas hal tersebut pada Selasa, 29 November lalu, Ruang Publik KBR, Suara untuk Indonesia Bebas Kusta (SUKA) yang bekerjasama dengan NLR Indonesia mengadakan talkshow dengan mengangkat tema ‘Penanggulangan Bencana Inklusif Bagi OYPMK Dan Penyandang Disabilitas’. 

Dalam talkshow interaktif yang berlangsung selama satu jam itu menghadirkan dua narasumber, yaitu Drs. Pangarso Suryotomo atau yang akrab disapa Papang (Direktur Direktorat Kesiapsiagaan BNPB) dan Bejo Riyanto atau Bejo Joss (Ketua Konsorsium Peduli Disabilitas dan Kusta (PELITA)), seorang penyandang disabilitas yang pernah terdampak bencana.

Papang mengungkapkan bahwa penyelamatan di kala bencana tidak bisa hanya difokuskan pada kelompok tertentu saja, karena ketika terjadi bencana, dikhawatirkan akan muncul penyandang disabilitas baru dan double disability atau bahkan triple disability. Mereka yang awalnya bukan disabilitas akhirnya menjadi penyandang disabilitas karena bencana, dan seterusnya. 

"Dalam penanganan bencana, kita tidak akan membeda-bedakan. Semuanya punya hak yang sama untuk dibantu dan ditolong." ujar Papang.

Teman-teman disabilitas juga tidak mau hanya dijadikan sebagai obyek. Tapi mereka juga menginginkan sebagai subyek. Hal tersebut dijelaskan oleh Bejo Joss. 

"Kami juga ingin dilibatkan untuk menjadi relawan yang membantu sesama, karena kami juga ingin bisa berdaya dan membantu sesama," 

Upaya yang harus terus dilakukan dalam penanganan bencana adalah meminimalisir jumlah korban. Itu sebabnya sangat penting untuk mendapatkan informasi tanggap bencana.

Informasi tanggap bencana bisa diakses lewat aplikasi Inarisk Personal, yaitu aplikasi yang bisa mengecek posisi kita berada saat ini merupakan daerah dengan potensi bencana atau tidak. Selain itu kita juga bisa mendapatkan informasi mitigasi bencana lewat komunitas, organisasi, perangkat desa dan juga relawan BNPB. 

Talkshow Ruang Publik KBR bersama NLR Indonesia ini diharapkan mampu memberi manfaat yang luas kepada masyarakat dalam membuka pola pikir dalam menghadapi bencana, dan bahwa OYPMK dan penyandang disabilitas sebetulnya juga ingin terlibat aktif dalam penanggulangan bencana di manapun. Untuk itu, yuks kita bantu memberikan pendampingan dan partisipasi secara aktif di lokasi bencana. (EKW)

Comments