MENJADI BACKPACKER

Sejak 5 tahun terakhir ini, saya melihat fenomena traveling ala backpacker mulai menjamur dimana-mana. Backpacker yang asal mula katanya berasal dari backpack alias ransel ini menjadi ciri khas para travelernya. ciri khas lainnya adalah traveling low budget atau jalan-jalan dengan biaya semurah mungkin.
www.123rf.com
Saya sendiri sejak awal tidak pernah mengakui bahwa saya seorang backpacker sampai beberapa teman dekat yang biasa traveling bareng atau tahu kebiasaan traveling saya menyebut saya sebagai seorang backpacker traveler. Mungkin juga karena kebiasaan saya yang selalu membawa tas ransel meski sedang jalan-jalan ke mall sekalipun. Hehehehe..

Sebenarnya buat saya pribadi, menjadi backpacker bukan karena mengikuti trend yang ada saat ini. Alasan sebenarnya datang sejak puluhan tahun silam, tepatnya 23 tahun lalu , waktu saya masih berumur 7 tahun. *Kayaknya sih sebelum umur 7 tahun sih tapi setidaknya umur segitu ingatan saya masih sangat jelas sih..*. Waktu itu saya dan keluarga masih tinggal di kota Sorong, Papua (Sekarang Papua Barat).

Keluarga saya punya kebiasaan selalu mengunjungi saudara-saudara lain di pulau Jawa dan Sulawesi pada saat musim liburan sekolah, bulan Juni dan Juli, setiap tahunnya selama minimal 3 minggu, maksimal 5 minggu. *Jatah libur kantor bapak saya keren yaa.. bisa sebulan lebih lho travelingnya. Ckckckck..* Setiap tahun itu pula, saya selalu melihat kerepotan ibu saya saat packing semua barang bawaan untuk 6 orang (2 orang dewasa dan 4 anak kecil) terutama baju yang biasanya dibawa untuk jangka waktu 1 minggu/orang. Itu artinya 1 orang perlu 7 set pakaian.


Secara saya anak pertama, saya pun diwajibkan untuk membantu segala urusan packing mempacking barang bersama Ibu. lagian kalau ibu saya tidak dibantu kasihan euy.. bisa sampai jam 3 pagi packing barangnya. *pernah menemani sampai jam segitu soalnya*. Saya ingat sekali dengan koper besar berwarna hijau yang berisi pakaian kami berenam yang tingginya melebihi dada saya saat itu. *Ingat! saya masih berumur 7 tahun saat itu*. Itu belum termasuk beberapa kardus oleh-oleh buat keluarga plus beberapa tas kecil saya dan 3 adik saya yang berisi makanan kecil dan minuman. *Biasa.. namanya juga bocah, butuh subsidi camilan yang banyak biar tidak rewel di jalan*


Setiap tahun melihat segala kerepotan urusan packing mempacking barang, saya mulai belajar observasi situasi dan keadaan saat liburan berjalan. Misalnya, kalau sedang berada di Makassar, biasanya waktunya cuma 2 hari 1 malam. Sampai disana biasanya siang hari, terus besok sorenya naik pesawat ke Surabaya, dan sampai di rumah saudara malam hari. 

My Mom big family
@Malakaji, South Sulawesi

Jadi itu artinya saya mandi cuma 2 kali, sore hari dan pagi harinya. Saya tahu betul kebiasaan saya kalau sudah sampai rumah di malam hari dalam keadaan capek, saya pasti tidak mandi, langsung tidur.. *Ketahuan joroknya sejak kecil..* Jadi itu artinya saya cuma butuh 2 set baju untuk waktu 2 hari 2 malam, satu yang dipakai dan 1 buat ganti.

Lama-kelamaan, setelah proses bertahun-tahun traveling bersama keluarga, saya berani mempacking semua pakaian saya sendiri dalam 1 tas ransel. Waktu itu saya berumur sekitar 12-13 tahun, kelas 1 SMP. Saya berani cuma membawa 4 set pakaian untuk 1 bulan!

My dad big family
@Solo, Central Java
Bapak saya sempat complain soal barang bawaan saya yang dianggap terlalu sedikit. Namun, Ada beberapa alasan yang saya ajukan, yaitu:
1. Kalau sampai di kota tempat saudara-saudara saya, mereka biasanya mau meminjamkan kaos dan celana pendek.
2. Kadang-kadang kita suka beli kaos di beberapa kota untuk dibawa pulang.
3. Menginap di rumah saudara artinya bisa mencuci baju sendiri, menginap di hotel artinya bisa laundry.
Jadi 4 set pakaian cukup buat saya.

Bapak saya menyetujui dengan dua syarat! Saya DILARANG mengeluh kalau kehabisan pakaian dan saya HARUS mencuci baju saya sendiri! Hahahaha.. Deal lahh!!


Melihat kebiasaan saya, adik saya yang cuma beda umur setahun dari saya mulai mengikuti jejak saya. Kita berdua selalu packing terlebih dahulu di ransel masing-masing baru kemudian membantu packing baju-baju adik-adik saya yang masih duduk di bangku SD kelas 5 saat itu. Koper hijau dan besar yang semula selalu penuh sesak itu mulai perlahan terlihat agak lowong dan sedikit lebih ringan. *Soalnya setiap kali ditimbang di bandara atau pelabuhan saya suka melihat jarum timbangannya. hehehehe..*

Wild and yellow flower
@Mt. Lawu
Central Java
Sejak saat itulah tas ransel atau backpack menjadi tas favorit saya. Selain karena daya tampungnya yang banyak, saya juga bisa mengelola barang bawaan saya sendiri. Dan hal yang paling membuat saya senang adalah saya mengurangi beban packing Ibu saya, dan proses packing jadi lebih mudah dan cepat.

Jadi itulah sebabnya kemana-mana saya suka pakai ransel. Lebih banyak isinya dan kedua tangan saya lebih bebas bergerak atau melakukan sesuatu. Dari situlah teman-teman saya selalu menyebut saya sebagai seorang backpacker, hanya karena kebiasaan saya suka bawa-bawa tas ransel kemanapun sejak kecil. :)

Now on, I'm Muslim and a Backpacker Traveler
@Oro-oro Ombo field. Mt Semeru
East Java
Lalu jalan-jalan dengan biaya semurah mungkin? Ahh.. itu cuma kebetulan saya sering mendapat tiket perjalanan murah saja kok. Selain itu karena terbiasa traveling sejak kecil dan observasi situasi dan kondisi di jalan, saya jadi paham mengenai transportasi umum dan alternatif setiap transportasi menuju suatu tempat. Jadinya bisa dapat harga murah deh.. Hehehe...

Nah, kalau kamu, kenapa kamu jadi backpacker? (EKW)


Comments

Post a Comment