MENELUSURI SEJARAH KOTA PHUKET

Tidur paling malam tapi bangun paling pagi. Saya sendiri heran sama alarm otomatis dalam badan saya, apalagi mengingat beberapa jam sebelum perjalanan ke Phuket saya belum tidur dari hari Rabu dan mesti liputan pula. Tapi mungkin karena rasa senang akhirnya bisa liburan yang mungkin membuat saya terbangun jam 6 pagi hari ini.

Sayangnya, hari ini saya bangun dengan flu berat. Hidung terasa gatal dan meler melulu. *Hadoh.. Bagaimana sih? Masa lagi liburan begini sakit sih??*

Rencana hari ini adalah berkeliling Phuket dan melihat beberapa objek wisata khas Phuket selain pantai. Buat kalian yang belum pernah ke Phuket, kota atau pulau terbesar di Thailand ini terkenal dengan wisata pantai dan lautnya, mungkin mirip dengan Bali atau Lombok.
Pantai Patong
Rental jeep di Pantai Patong
Setelah berbenah dan bersiap-siap, saya menyantap sarapan mie cup rasa tomyam dan sebotol teh. Setelah keluar dari hostel, saya, Ipeh, Felika, dan Dimas pun menuju ke apotik terdekat. Ternyata yang flu bukan cuma saya, tapi juga Dimas. Akhirnya kita sepakat patungan beli obat flu karena gejalanya sama, hidung gatal dan meler tapi tidak pusing dan demam. Harga obatnya, 200 baht, Mahal euy.. dengan kurs 1 baht=Rp.350 berarti harga obat itu sekitar Rp 70.000, untuk 10 butir. Padahal mah di Jakarta obat flu di warung tidak lebih dari Rp. 10.000.

Setelah minum obat yang bisa diminum sebelum makan itu, kita pun berjalan menuju ke Jungceylon, sebuah Mall yang katanya paling terkenal di kawasan Patong. Disana kita menunggu kendaraan umum untuk ke Phuket Town. Sekitar pukul 08.00 pagi kita pun naik bis umum bernama Song Thaew seharga 2 baht menuju ke Pantai patong, kemudian dilanjutkan lagi naik bis lain menuju ke Phuket Town dengan mambayar 25 baht. Jarak antara Patong dan Phuket Town sekitar 1 jam lebih.
Berkeliling di Phuket Town
Phuket town adalah kawasan kota tua phuket, banyak bangunan tua dan bersejarah di sekitar sini. Berdasarkan itinerary teman saya, Ipeh,  rencananya kita akan sarapan di sebuah café bernama Kopi de Phuket. Jadilah kita berkeliling dan mencari café tersebut. Saat teman saya sibuk dan focus mencari café tersebut, saya sih puas-puasin foto-foto dan menikmati pinggiran jalanan Phuket Town ini.
Suasana di Phuket Town
Sekitar pukul 09.45 akhirnya kita ketemu juga dengan café tersebut yang ternyata baru mau buka. Kita datangnya kepagian euy secara jam buka café ini adalah jam 10.00. Setelah pelayan siap melayani kita, kita pun segera memesan makanan. Lapar euy! Tadinya saya pengen mencoba aneka macam kopinya, namun sayangnya karena lagi flu, maka terpaksa pesan teh manis panas.
Hmm.. Mau makan apa ya?? @Kopi De Phuket
Untuk makanannya, cari yang bergizi donk macam ikan salmon.. *lagi songong pengen makan makanan mewah* Maka seporsi Grilled Salmon dan Jasmine Rice seharga 170 baht pun dipesan. *Jadi mikir harga makanan disini kok lebih murah daripada obat ya?* hehehe..
Grilled salmon and jasmine rice.. :)
Setelah selesai makan, kita pu kembali berjalan-jalan di sekitar Phuket Town sambil foto-foto dan mencari souvenir yang mungkin bisa dibeli. Setelah dari sini kita pun sibuk mencari Tuk-tuk yang rencananya akan kita sewa ke Central Festival. Setelah mendapat Tuk-tuk seharga 180 Baht (45 baht/orang) kita pun segera menuju ke Central Festival.

Central Festival adalah salah satu dari 2 mall terbesar di Phuket. Rencananya kita kesini untuk makan siang, berkeliling ria dan sekalian numpang ngadem karena Phuket panas euy.. hehehe.. Sebenarnya sih saya kurang suka mall ya, namun berhubung itinerary hari ini adalah jadwal teman saya, jadinya saya ikut saja deh.

Disini kita juga membeli perbekalan *ceile.. kesannya mo kemanaa gituu..* untuk tujuan berikutnya. Saya membeli sebotol air mineral dan minute maid rasa aloe vera dan anggur putih. Saat itu seingat saya di Indonesia belum dijual deh. Rasanya? Segar euy..
Central Festival
Setelah makan siang disini, kita pun kembali sibuk mencari Tuk-tuk lagi untuk disewa ke Wat Chalong dan Big Budha. Ternyata, Tuk-tuk tidak berani berhenti di Central festival kecuali menurunkan penumpang. Sepertinya mereka tidak diizinkan oleh para supir taksi yang ada disekitar sini untuk mengambil penumpang di Central Festival. Akhirnya kita pun bernegosiasi dengan para supir taksi dan menyewa satu taksi seharga 1200 baht (300 baht/orang)

Dari Central Festival kita menuju ke Wat Chalong, wihara terbesar dan tempat beribadah umat Budha. Nama asli Wat Chalong adalah Wat Chaitararam yang dibangun pada awal abad ke 19. Sebenarnya warga Thailand sendiri tidak tahu dengan pasti kapan wihara ini dibangun. Namun ada juga beberapa pendapat yang mengatakan wihara ini dibangun pada masa pemerintahan King Rama II (1809 – 1842). Wat Chalong terletak di daerah Chalong. Mungkin dari situ kali ya asal namanya. Di dalam area Wat Chalong ini terdapat beberapa bangunan wihara lainnya.

Wihara utama Wat Chalong merupakan bangunan yang paling banyak dipadati oleh penduduk setempat dan para pelancong untuk berdoa dan memberikan penghormatan kepada beberapa biarawan yang paling dihormati.  Ada 2 biksu yang terkenal  dan membantu mengurusi warga dan menegosiasikan penyelesaian selama pemberontakan penambang Cina di tahun 1870. Merek juga merupakan pendiri Wat Chalong, yaitu Luang Pho Cham dan Luang Pho Chuang. Di dalam wihara utama ini, para pengunjung bisa berdoa, meletakkan daun emas untuk patung-patung, menyalakan dupa dan lilin dll.
Wihara Utama Wat Chalong
Secara bangunan ini merupakan tempat utama untuk berdoa, maka saya lebih memilih untuk tidak masuk ke dalamnya. Takutnya akan mengganggu mereka secara kalau saya masuk ke dalamnya paling cuma lihat-lihat dan foto-foto saja. Jadi demi menghormati kebebasan berdoa dan beragama, saya cuma mengambil foto dari luarnya saja.

Wihara lain adalah Ubosoth yaitu aula dimana para biksu-biksu baru mengucapkan sumpah. Sayangnya aula ini jarang terbuka untuk umum. Di sekitar Ubosoth terdapat 8 batas batu yang ditempatkan mengelilingi wihara ini. Batu-batu yang dikenal sebagai batu Sema ini biasanya berbentuk lempengan batu besar. Ke 8 batu tersebut juga untuk mengidentifikasi bangunan wihara tersebut sebagai Ubosoth.
Ubosoth
Bangunan yang paling sering dikunjungi oleh para pelancong adalah Wat Chalong Chedi, bangunan wihara dengan 3 lantai setinggi 61,39 meter. Pembangunan Wat Chalong Chedi ini ternyata menghabiskan dana sebesar 66 juta baht lho. 
Wat Chalong Chedi
Pada lantai pertama dan kedua Wat Chalong Chedi terdapat puluhan patung Budha emas *entah itu emas asli atau tidak* dan lukisan ilustrasi kehidupan Budha di dindingnya. Patung Budha di lantai pertama jauh lebih banyak dan lebih besar daripada yang di lantai kedua. Patung-patung Budha tersebut merupakan hasil sumbangan dari berbagai pihak, baik individual maupun kelompok.
Patung Budha Emas di lantai 1
Salah satu hal yang membuat Wat Chalong Chedi terkenal adalah karena bangunan ini menyimpan Phra Borom Sareerikatat atau tulang Budha yang dibawa dari Sri Lanka pada tahun 1999. Wat Chalong Chedi telah mengalami banyak renovasi dan renovasi terakhir dilakukan pada September 2002, saat serpihan tulang Budha disimpan di lantai teratas dalam sebuah display kaca. *Kerenn!!!*
Tempat tulang Budha disimpan
Setelah puas-puasin mengambil gambar dan mengagumi keindahan wihara ini, kami pun melanjutkan perjalanan ke Big Budha. Big Budha merupakan patung Budha setinggi 45 meter yang terletak di bukit Nakkerd, daerah antara Chalong dan Kata. Karena posisinya yang diatas bukit, sebenarnya patung Budha raksasa ini mudah dilihat di hampir semua daerah sepanjang Phuket bagian selatan.

Para penduduk di Phuket mengenal Big Budha sebagai Phra Puttamingmongkol Akenakkiri Buddha. Seluruh tubuh berlapis dengan lapisan marmer yang halus sehingga membuatnya menjadi sebuah simbol harapan yang alami.
Big Budha
patung di depan Big Budha
Saat memasuki pelataran Big Budha terdapat  tempat parkir dan jalan dan beberapa tempat duduk. Di Depan Big Budha terdapat debuah bel raksasa dan 2 buah patung. Sayangnya saya tidak bisa mengetahui siapa kedua patung itu karena keterangannya dalam bahasa Thai. *Ada yang mau mengajari saya bahasa Thai?*.
Bagian belakang Big Budha
Untuk naik ke pelataran Big Budha, saya harus melewati sebuah bangunan dimana orang-orang dapat menyumbang, membeli jimat atau souvenir lainnya dan tempat upacara diadakan. Big Budha dibangun sejak tahun 2004 dari hasil donasi. Hingga saat ini, Big Budha masih dalam tahap konstruksi dan renovasi besar-besaran. Begitu sampai di pelataran Big Budha, saya melihat ada seorang biksu yang sedang dikerubungi beberapa turis karena mereka ingin minta difoto bersama.
Bel-bel kecil
Tiba – tiba saat saya sedang mengambil gambar bel-bel kecil yang tergantung di kanopi, biksu itu mendatangi saya dan minta difoto sama kamera saya *Ngomongnya pakai bahasa isyarat ya, secara dia tidak bisa berbicara bahasa inggris dan saya tidak mengerti bahasa Thai*. Lha.. dimana-mana juga seharusnya saya yang minta dia untuk difoto, ini kenapa sebaliknya begitu??
Biksu yang meminta untuk difoto
Mungkin dia takjub kali ya melihat saya yang jilbaber berkeliaran di areal peribadatan agama Budha. Tidak tanggung-tanggung dia minta difoto pakai kamera saya dengan 2 background yang berbeda, patung Big Budha, dan pemandangan ke Pha Nga Bay. Walau sedikit bingung, saya tetap mengambil fotonya dia sambil senyum-senyum sendiri. Biksu yang aneh! Kita sempat kenalan nama sih, namun berhubung namanya dia dalam bahasa Thai, malamnya saya sudah lupa siapa namanya. Hehehe.. *lain kali bawa buku catatan kecil atau alat rekam ahh..*
Sunset di Big Budha
Setelah kejadian yang aneh dengan si biksu itu, Saya pun berkeliling di sekitar Big Budha dan mengambil gambar saat sunset. Setelah itu kita pun kembali ke hostel yang memakan waktu hampir 2 jam perjalanan. Sebelumnya kita berhenti di Jungceylon, salah satu  dari dua mall terbesar di Phuket untuk makan malam.

Setelah itu kita pun kembali ke hostel dengan perut kenyang dan kecapekan. Segera mandi dan tidur untuk persiapan trip ke pulau Phi Phi. (EKW)


Comments

  1. waah..asyik kayanya backpackeran ke thailand.. salam kenal,.. :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Salam kenal juga.
      Alhamdulillah masih ada rejeki buat backpackeran ke negara tetangga.

      Delete
  2. hai mbak. mau tanya nih, menelusuri sejarah di phuket pake transportasi apa yah? Bulan juni awal saya mau ke sana, nginep di hotel dusit d2 phuket, deket patong beach sih. minta nomor kontak mbak yah. kalau boleh, makasih

    ReplyDelete
    Replies
    1. kalau dari patong ada bus yang ke arah old town phuket bernama Song Thaew seharga 25 baht. lama perjalanan sekitar 1 jam lebih.
      lalu dari phuket old town ke Mall central festival saya dan teman sewa tuk-tuk seharga 450 baht.
      Dari Central festival ke wat chalong dan big budha kami sewa taksi seharga 1200 baht.
      Sebenarnya kalau berempat atau lebih mungkin lebih hemat juka langsung rental mobil. bisa ditanyakan di tempat menginap apakah menyediakan rental mobil.
      terima kasih.

      Delete
  3. Sedikit info, kalau rombongan enakan minta cariin rental mobil melalui resepsionis hotel, th 2015 lalu kami seklg (5org), dapat inova, setelah tawar menawar dikasih harga 1000 bath utk 8 jam city tour, kemana aja tujuan kita, saya tunjukin aja brosur dr penginapan, dan mau, hitung2 guide gratis

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya sih mbak, opsi itu sudah saya tawarkan ke teman2 saya, tapi ditolak dengan alasan pengen ngerasain transportasi umum di thailand.
      Secara saya kalah suara jadilah ngikut bae..
      hehehehe.

      Delete

Post a Comment