Kota Singkawang, Kalimantan Barat. Selain terkenal sebagai kota seribu klenteng yang punya perayaan cap Go Meh meriah dan kuliner yang enak, kota ini ternyata juga terkenal dengan industri keramiknya. Tidak tanggung-tanggung, keramik Singkawang sudah ada sejak tahun 1895, jauh lebih tua dari keramik Kasongan di Yogyakarta.
Saya berkesempatan mengunjungi salah satu pengrajin keramik di Singkawang yaitu Keramik Sinar Terang di kelurahan Sedau, Singkawang Selatan. Keramik di Singkawang menggunakan tanah liat bernama Kaolin Disini selain tersedia showroom, saya juga bisa melihat secara langsung proses pembuatan keramik mulai dari pembentukan, pembakaran, hingga pewarnaan dan finishing touch.
Wednesday, July 27, 2016
Wednesday, July 20, 2016
ADA PINTU MAJAPAHIT DI PATI
Sepertinya pulang kampung ke Pati tahun ini saya sedikit banyak menjelajah di kota kelahiran saya ini. Mulai dari Waduk Gunungrowo, Kulineran, dan sekarang wisata sejarah. Ternyata, tak jauh dari rumah saya di Rondole, sekitar 1 kilometer ada sebuah situs bersejarah. Awalnya yang niat kesini adik perempuan saya, "Tapi selalu lupa dan kelewatan deh, entah kenapa" keluhnya hari itu.
Kebetulan hari itu, rumah saudara yang hendak kita kunjungi, yang jaraknya cuma 100 meter dari situs sedang bepergian entah kemana. Jadilah kita langsung putar balik dan menuju ke situs tersebut. Situs itu adalah pintu gerbang Majapahit.
Wednesday, July 13, 2016
KULINERAN DI BUMI MINA TANI
Saya cuma bisa pulang setahun sekali, setiap Idul Fitri atau
Idul Adha ke kota Pati. Saya memang pernah tinggal 3 tahun lebih sedikit di
kota dengan julukan Bumi Mina Tani ini untuk
bersekolah di bangku SMA. Usai orangtua saya pensiun, mereka pun pindah
dan menetap di kota ini untuk menikmati hari tuanya disini. Itu sebabnya yang
tadinya saya pulang kampung ke Sorong, Papua Barat, namun sejak tahun 2011
mudik saya berubah haluan ke kota Pati.
Tiap pulang ke Pati, saya selalu mendadak galau. Galau
antara mau tiap hari makan masakan ibu (namanya anak peratauan pasti hal utama
yang dirindukan adalah masakan ibu) atau mau berkeliaran di luar rumah
mencicipi makanan khas daerah Pati. Untungnya daya tampung perut saya oke, jadi
ya dua-duanya saja saya jabanin. Hahahaha.
Berikut ini beberapa kuliner di kota Pati, Bumi Mina Tani
yang telah saya sambangi dan menjadi favorit saya tiap kali mudik.
Wednesday, July 6, 2016
MENGEJAR WAT ARUN DAN KANTOR POS
Biasanya kalau pergi kemana pun saya hampir tidak pernah mengirimkan kartu pos kepada siapapun. Namun traveling ke Bangkok saya sedang ingin mengirimkan beberapa kartu pos ke teman termasuk ke diri saya sendiri. Hitung-hitung kartupos itu saya anggap souvenir dari suatu tempat. Ceritanya sih lagi mau bikin kebiasaan baru mengumpulkan kartu pos lagi secara dulu saya punya mimpi untuk traveling juga karena sering lihat gambar-gambar bagus di kartu pos.
4 kartu pos saya dapatkan saat mengunjungi kuil Wat Pho. Namun karena di sekitar Wat Pho tidak saya temui kantor pos buat beli perangko maka saya simpan terlebih dahulu. Alhamdulillah pas ke Grand Place, di antara loket tiket masuk dan pintu masuk ada kantor pos yang buka disana. Langsung deh kirim 2 kartu pos buat diri saya sendiri. Sempat juga lihat-lihat kartu pos yang dijual disana seharga 10-50 baht. Namun karena belum tahu akan dikirimkan ke siapa, saya jadi mengurungkan niat untuk membelinya lagi.
Wednesday, June 29, 2016
MEMANCING SEPI DI WADUK GUNUNGROWO
Kota Pati, Jawa Tengah. Meski ini merupakan kota kelahiran saya dan tempat saya bersekolah di bangku SMA, namun tidak banyak hal yang biasa saya lakukan di kota ini kerap kali saya pulang. Biasanya saya hanya berdiam diri di rumah sambil ngobrol dengan orangtua saya ataupun ngikut kemanapun ibu atau bapak saya pergi.
Namun libur lebaran tahun ini sedikit berbeda. 2 hari saya pulang saya ingin mengunjungi sebuah waduk yang tidak jauh dari kawasan perumahan saya. Waduk itu bernama waduk Gunungrowo yang terletak di desa Sitiluhur, kecamatan Gembong, kabupaten Pati, Jawa Tengah. Waduk di kaki gunung Wadi ini dibangun pada masa pemerintahan Belanda, sekitar tahun 1918 hingga 1925. Luas arealnya mencapai 320 hektar.
Wednesday, June 22, 2016
MENYUSURI SUNGAI CHAO PHRAYA
Pertama kali menjejakkan kaki di Bangkok, setelah melihat
peta Bangkok, saya berkeinginan untuk menyusuri sungai Chao Phraya, sungai yang membelah kota Bangkok. Ehh sebenarnya letaknya gak persis di tengah sih, minggir dikit deh. Tapi tetap, kalau ada kota yang punya sungai, susur sungai itu wajib hukumnya, buat saya pribadi sih. Minimal nemplok di pinggiran sungai sambil menikmati hilir mudik kendaraan di atas sungai.
Ternyata, sungai Chao Phraya punya angkutan air yang cukup aktif dan berjalan reguler setiap saat. Ada 4 jalur transportasi air yang bisa digunakan untuk menuju ke beberapa daerah di sepanjang sungai, termasuk jika ingin pergi ke kuil Wat Pho, Grand Palace dan kuil Wat Arun. Meski ketiga tempat ini bisa ditempuh juga lewat jalur darat, namun transportasi air tetap menggoda untuk saya jajal.
Kapal berbendera orange |
Wednesday, June 15, 2016
YUKS KEMPING KE PULAU SERIBU
Tidur beralaskan tikar, rumput, sarung atau hammock sambil menikmati langit bertabur bintang, hembusan angin sepoi-sepoi dan gemericik air. Semua orang pasti ingin melakukannya. Buat yang tinggal di ibukota (yang katanya lebih kejam dari ibu tiri) ternyata tidak perlu bepergian jauh untuk melakukannya. Dengan gugusan pulau mencapai 362 pulau, wilayah kabupaten kepulauan seribu memiliki pulau-pulau, baik yang berpenghuni maupun tidak berpenghuni untuk dijadikan tempat kemping atau sekedar singgah untuk menikmatinya.
Subscribe to:
Posts (Atom)
Popular Posts
-
Meski dengan persiapan singkat, namun tidak berarti persiapannya asal-asalan ya. Demikian pula saat saya memutuskan untuk traveling impulsif...
-
Karena hanya bisa Menyapa Puncak Tertinggi Vietnam dari balkon homestay, akhirnya saya, Rahma, Andini dan Aris memutuskan untuk main-main k...
-
Tana Toraja, terkenal dengan berbagai objek wisata adat dan religinya yang kental dan telah berusia ratusan tahun. Dahulu, Tana Toraja berad...