KONEKTIVITAS TRANSPORTASI UDARA DI PEDALAMAN PAPUA BARAT DAYA

Gerimis mengguyur pesawat terbang yang saya tumpangi 30 menit sebelum mendarat di landasan pacu bandara Domine Eduard Osok. Ada rasa haru yang membuncah di dada melihat bangunan tiga lantai bandara di kota Sorong, Papua Barat Daya. Saat itu beberapa patah kata dengan lirih terucap di bibir, "Sorong, aku pulang!"

Sudah 10 tahun saya tidak menjejakkan kaki di kota ini. Terakhir kali saya pulang ke kota yang sempat dikenal sebagai kota Minyak di bumi Papua ini adalah pada tahun 2008. Saat itu, belum ada bandara dengan bangunan megah tiga lantai di sini. Belum ada garbarata yang bisa mengantarkan penumpang dari ruang tunggu menuju ke dalam badan pesawat, belum ada tempat pengambilan bagasi dengan sabuk conveyor elektronik yang berjalan otomatis, bahkan belum ada ruang tunggu ber-AC yang memadai.

Baca Juga : Saatnya Pulang dan Jelajahi Kota Minyak



Bahkan jika dibandingkan saat lebih dari 20 tahun yang lalu, bandara kota Sorong berada di pulau lain, tepatnya di pulau Jeffman, Kabupaten Raja Ampat yang berjarak sekitar 1,5 jam dengan menggunakan kapal ferry. Bisa dibayangkan betapa sulitnya mencari armada transportasi yang memadai dan cepat jika bandara masih berada di luar kota Sorong.
Pesawat dari Sorong menuju Jakarta melintasi 'mantan' bandara Sorong.
Pulau Jeffman, kabupaten Raja Ampat yang dulunya adalah bandara kota Sorong,
Papua Barat Daya.
Namun berkat kinerja Kementrian Perhubungan yang semakin meluas dan merata hingga ke daerah-daerah, kini kota Sorong yang dulu saya kenal sebagai kota kecil, mulai berkembang dengan sangat masif.

Pagi itu saya masih termangu di dalam ruangan bandara Domine Eduard Osok setelah melangkah turun dari pesawat. Melihat adanya garabarata dan sabuk conveyor otomatis untuk pengambilan bagasi saja sudah membuat saya hampir menangis.

Dulu, fasilitas tersebut belum ada di bandara ini. Dulu, failitas ini saya anggap kemewahan yang hanya ada dan bisa dirasakan di bandara-bandara di kota besar, bukan di kota kecil seperti ini. Saya pun bersyukur dalam-dalam pada pembangunan yang sudah ada saat ini.
Bagian depan Bandara Domine Eduard Osok, Sorong, Papua Barat Daya
Conveyor belt otomatis untuk pengambilan bagasi.
Garbarata.
Rencana pengembangan konektivitas serta fasilitas transportasi di seluruh wilayah pulau Papua ternyata sudah dibahas oleh Kementerian Perhubungan pada Rapat Koordinasi Pembangunan Infrastruktur Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat pada Oktober 2019 lalu. Harapannya akses transportasi dan distribusi logistik ke pedalaman Papua akan semakin bagus.

Itu sebabnya akan ada beberapa tambahan beberapa bandara baru di Papua Barat Daya yang mulai direncanakan dan dieksekusi mulai tahun ini.

Sambil berjalan kaki pulang dari bandara menuju ke rumah saya yang jaraknya hanya 1 kilometer dari bandara, saya melihat tanah rawa dan lahan kosong di sekitarnya pun kini telah berganti rupa. Kini, bangunan-bangunan hotel, cafe dan restoran pun mulai berdiri dan menandakan kebangkitan ekonomi di kota Sorong.

Sebagai kota persinggahan menuju ke salah satu destinasi wisata favorit di Indonesia, Kepulauan Raja Ampat, Sorong menjadi tempat persinggahan banyak wisatawan dalam dan luar negeri. Itu sebabnya sejak pariwisata Raja Ampat booming beberapa tahun silam, ekonomi di kota Sorong pun mulai menggeliat dan semakin berkembang. Saya menikmati setiap langkah kaki di kota tempat saya dibesarkan ini dan melihat berbagai moda transportasi yang semakin banyak di kota ini.

Kehadiran sarana dan prasarana transportasi publik yang semakin memadai bisa saya lihat kembali saat mengunjungi kota Sorong tahun 2018 silam. Bangunan bandara dan pelabuhan kapal yang megah dan nyaman untuk pengunjung, telah berdiri dengan apik di tengah-tengah geliat kota Sorong yang semakin ramai.

Setelah beberapa hari di kota Sorong, saya pun berniat untuk mengunjungi kota Teminabuan, sebuah kota kecil berjarak 5 jam dari kota Sorong.
Bandara Teminabuan, kabupaten Sorong Selatan
Tak dinyana, di Teminabuan saya melihat ada bandara Teminabuan yang sudah lama beroperasi dengan pesawat-pesawat kecilnya. "Hampir setiap hari ada kok penerbangan ke bandara ini, soalnya daripada menempuh jalan darat 4-5 jam kan mendingan pakai pesawat 30 menit juga sampai," demikian kata paman saya yang tinggal di Teminabuan. 

Benar juga, konektivitas kota Sorong dengan kota-kota lain di sekitarnya akhinya bisa juga terhubung lewat jalur udara. Harap mahfum, dulu sarana dan prasarana di daerah-daerah di Papua sangat terbatas. bisa membutuhkan waktu setengah hari bahkan seharian hanya untuk menuju ke sebuah daerah yang jaraknya mungkin tidak sampai 100 kilometer.

Di sana saya pun menyambangi danau terbesarnya yaitu Danau Ayamaru dan juga sebuah danau kecil yang indah di tengah hutan bernama danau Framu.

Baca juga : Wonderful Indonesia Dari Pedalaman Papua Barat
Danau Framu di kabupaten Maybrat, Papua Barat Daya
Selain itu saya juga melihat sebuah bandara baru yang hampir selesai. Letaknya tidak jauh dari kawasan danau Ayamaru. Saat itu, bulan Mei 2018, bandara Kambuaya di distrik Ayamaru ini belum sepenuhnya selesai. Namun saat ini bandara tersebut sudah aktif melayani penerbangan ke kota Sorong dan Manokwari.
Bandara Kambuaya yang kini telah rampung
Gedung Bandara Kambuaya, Kabupaten Maybrat, Papua Barat Daya

Menurut Hans P. Imbenay, Kepala Bandara Kambuaya (dikutip dari laman majalah bandara November 2018) "Masyarakat Maybrat sangat senang dengan adanya bandara ini karena memudahkan mereka keluar masuk Maybrat dan bisa terhubung ke wilayah lainnya baik di Papua maupun kota besar lainnya di Indonesia dengan transportasi udara,"

Tampaknya Kementrian Perhubungan sudah mulai memperlebar pembangunan di kota-kota kecil yang punya potensi ekonomi dan pariwisata yang menarik. Dengan begitu, kendala transportasi pun akan diminimalisir untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan pariwisata di kota-kota kecil seperti di wilayah Papua Barat Daya ini.

Mungkin jika dibandingkan dengan kota-kota besar lainnya di Indonesia, pembangunan sarana dan tranpostasi di Sorong dan sekitarnya terkesan masih belum masif. Namun saya tetap sangat bangga dengan pencapaian Kementerian Perhubungan di kota Sorong dan sekitarnya yang telah mengubah wajah perekenomian dan pariwisata di kota Sorong dan sekitarnya.

Perkembangan pembangunan dari Kementerian Perhubungan ini bisa diikuti lewat:
Kali ini hujan mengguyur dengan deras saat pesawat yang saya tumpangi mulai meninggalkan landasan pacu Bandara Domine Eduard Osok, Sorong, Papua Barat Daya. Saya bersyukur bisa kembali mengunjungi kota tempat saya dibesarkan. Semoga, sarana konektivitas transportasi udara di tanah Papua semakin berkembang lagi karena tempat ini punya begitu banyak potensi wisata yang bisa dikembangkan lagi. Jika transportasinya semakin handal dan memadai, maka semakin berkembang pula ekonomi dan pariwisata lokal di kota Sorong dan sekitarnya.

Comments

  1. Setuju, bandara yang baik itu bakal mendongkrak pariwisata. Kalau bandaranya bagus, transportasi jadi mudah, wisatawan juga jadi makin minat datang ke Sorong. Ajak doong ke sana.

    ReplyDelete
    Replies
    1. benar banget. Pilihan penerbangannya pun makin banyak lhoo sekarang.. beda sama jaman dulu yang seminggu cuma 3 kali itu.

      yukss kita main lah ke Sorong, sekalian ke raja ampat gituuu.. hehehe

      Delete
  2. Akuu maaauuu ke Papua! Bucket list travel banget sik itu, ahahahah, apalagi Raja Ampat dan sekitarnya. Ajak-ajak napa Kak kalo lagi travel kesana, wkwkwkk!

    ReplyDelete
    Replies
    1. yuksss. main ke Papua Barat.. cuss langsung booking tiket ke Sorong lahhhh..

      Delete
  3. Oh Sorong! betapa kurindu! dulu busuk banget tu bandara, hahahah... Tapi sekacau2nya, gw bisa beli roti abon daging yg berlimpah abon itu di bandara, ga perlu jauh2, dan kala transit di Palu semua orang nanya gw beli dimana itu roti. Roti masih panas lhooo.... Btw, langit di papua selalu cantik, awannya cantik, puas deh ngelihat hasil foto2mu. Maju terus Endang!! lain kali ajak gue lah

    ReplyDelete
    Replies
    1. Gak usah diingat-ingat dahhh yang busuk-busuk.. ingatnya yang manis-manis aja macam saya. Hahahaha..

      sekarang bandara Sorong emang udah keren banget dehhh.. kemaren meski rumah sama bandara cuma 15 menit jalan kaki, sengaja banget datang 2 jam sebelumnya cuma biar bisa ngiter2 aja di dalam bandara. hehehhe..

      kuylahhh kita ke Sorong biar bisa makan seafood enak di sana.. hehehe

      Delete
  4. Replies
    1. Wahhh parah banget nama gw bisa typo.. kegedean jempol yee.. wkwkwkwk

      Delete
  5. Aku jadi ingat cerita-ceritamantan pilot cesna yang dulu mengabdi di Papua dan sekitarnya. Melihat para warga yang memang memnutuhkan transportasi. Semoga saya bisa menginjakkan kaki id Papua.

    ReplyDelete
    Replies
    1. iyaa dulu konektivitas antar kabupaten cm bisa lewat laut dan udara. udaranya pun terbatas sama kota-kota besar. Senang banget sekarang konektivitas transportasinya makin banyak dan makin lengkap di Papua.

      Semoga bisa segera mengunjungi Papua ya mas..

      Delete
  6. Wah semakin maju ya Papua. Saya juga liat di internet pas bandaranya di bangun. Keren banget

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iyaa..sebagai yang dulu pernah tinggal di sana, merasakan banget pembangunan transportasi di Papua makin maju dan makin beragam.

      jadi lebih mudah untuk mengunjungi kota-kota kecil di sana.

      Delete

Post a Comment